Kumpulan 5+ Hadits Tentang Melahirkan: Syahid dan Beberapa Fiqih Terkait

Anda seorang wanita hamil yang sedang mencari beberapa hadits tentang melahirkan? Jika iya, maka Anda sangat beruntung. Di artikel ini kami telah mengumpulkan beberapa hadits yang tampaknya akan membuat Anda senang karena telah berhasil mendapatkannya. Penasaran kan apa saja haditsnya? Kuy langsung baca aja!

1. Syahid Jika Wafat Saat Melahirkan

دخل على عبادة بن الصامت يعوده في مرضه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أتعلمون من الشهيد من أمتي فأرم القوم فقال عبادة ساندوني فأسندوه فقال يا رسول الله الصابر المحتسب فقال رسول الله إن شهداء أمتي إذا لقليل القتل في سبيل الله عز وجل شهادة والطاعون شهادة والغرق شهادة والبطن شهادة والنفساء يجرها ولدها بسرره إلى الجنة قال وزاد فيها أبو العوام سادن بيت المقدس والحرق والسيل

Dari Ubadah bin Shamit RA, bahwa Nabi SAW pernah menjenguknya ketika Ubadah sedang sakit. Di sela-sela itu, Nabi SAW bertanya “Tahukah kalian, siapa orang yang mati syahid di kalangan umatku?” Ubadah menjawab: “Ya Rasulullah, merekalah orang yang sabar yang selalu mengharap pahala dari musibahnya.”

Rasulullah melanjutkan “Berarti orang yang mati syahid di kalangan umatku cuma sedikit. Orang yang mati berjihad di jalan Allah, syahid, orang yang mati karena Tha’un, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena sakit perut, syahid. Dan wanita yang mati karena nifas, dia akan ditarik oleh anaknya menuju surga dengan tali pusarnya.” (HR. Ahmad)

Siapapun tentu sepakat bahwa proses kehamilan hingga melahirkan merupakan suatu proses yang sangat berat. Saking berat dan sulitnya, tidak jarang akhirnya banyak wanita yang pada akhirnya meninggal demi kelahiran sang buah hatinya. Dalam kasus seperti ini, maka berdasarkan hadits di atas, wanita tersebut dihukumi sebagai orang yang mati syahid.

Oleh para ulama, syahidnya wanita di medan kelahiran termasuk ke dalam syahid fil akhirah. Artinya jenazahnya tetap diperlakukan sama seperti jenazah pada umumnya yaitu dimandikan, dikafani, disalati, kemudian dimakamkan.

2. Dihapuskan Dosanya

مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ حَزَنٍ، وَلاَ وَصَبٍ، حَتَّى الْهَمُّ يُهِمُّهُ؛ إِلاَّ يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ عَنْهُ سِيِّئَاتِهِ

“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih berat dari itu melainkan diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya karenanya.” (HR.Muslim)

Proses kelahiran seorang bayi ke dunia adalah bentuk perjuangan yang sangat melelahkan dan menyebabkan rasa sakit yang sangat besar bagi para ibu di seluruh dunia. Namun, dibalik itu semua ternyata ada pahala dan karunia yang begitu besar dari Allah kepada siapa saja yang mengalami proses melahirkan.

Dalam hadits di atas misalnya, orang yang tertusuk di jalanan yang sakitnya tidak seberapa saja akan diangkat derajat dan dihapuskan dosanya. Maka apalagi dengan para ibu yang telah berjuang melawan rasa sakit ketika melahirkan anaknya, besar sekali bukan ampunan dosanya?

3. Ketentuan Waktu Nifas Pasca Melahirkan

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَتْ النُّفَسَاءُ تَجْلِسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَكُنَّا نَطْلِي وُجُوهَنَا بِالْوَرْسِ مِنْ الْكَلَفِ

“Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wanita-wanita yang habis melahirkan duduk berdiam diri selama empat puluh hari, kami memoles wajah kami dengan waras (sejenis tumbuhan) karena sebab warna hitam.” (HR Tirmidzi)

Hadits di atas merupakan satu dari sekian dalil yang berkaitan dengan masa nifas. Masa nifas sendiri merupakan periode di mana rahim membuang darah dan sisa- sisa jaringan ekstra setelah bayi dilahirkan selama masa persalinan. Umumnya periode nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.

Nah, pada periode ini nantinya para wanita akan menghadapi beberapa pantangan yang telah ditetapkan oleh syara. Salah satu pantangan tersebut ialah tidak boleh shalat sebagaimana yang diisyaratkan dalam lafadz “tajlisu”.

4. Larangan Menyentuh Mushaf Saat Nifas

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

“Jangan engkau menyentuh al– Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Daruqutni, Thabrani dan Hakim)

Siapapun tentu paham dan yakin bahwasanya Al Qur’an adalah suatu hal yang sakral dan suci. Karena itu tidak heran dalam firmannya Allah pernah menyebut tidak boleh menyentuh mushaf kecuali dalam keadaan bersuci.

Nah, dalam hal ini orang-orang yang berada di dalam masa nifas sedang dalam keadaan tidak suci hingga nifasnya berakhir. Dengan demikian, ia tidak dibolehkan sama sekali untuk menyentuh mushaf.

5. Larangan Bersetubuh Saat Masa Nifas

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم

“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haidh atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAw.” (HR Tirmidzi)

Para ulama dalam berbagai riwayatnya menyebutkan bahwa status wanita haid dan nifas adalah sama. Karena itu apa saja yang dilarang terhadap wanita saat haid, maka dilarang juga padaa saat nifas. Dalam hal ini Rasulullah SAW melarang para pria menyetubuhi istrinya saat sedang haid, karena itu para pria pun haram hukumnya menggauli istrinya ketika berada dalam masa nifas.

6. Larangan Berpuasa dan Shalat Saat Nifas

قالت عائشة كنا نحيض على عهد رسول الله ﷺ فنؤمر بقضاء الصوم، ولا نؤمر بقضاء الصلاة

Aisyah R.A berkata, “Ketika kami haid pada masa Rasulullah Saw, kami diperintahkan untuk mengqadla shaum dan tidak diperintahkan untuk mengaqadla shalat.” (HR Bukhari)

Pada hadits di atas, Ummul Mukminin Siti Aisyah mengisyaratkan bahwa saat haid maupun nifas para wanita sama-sama tidak diperbolehkan untuk shalat dan puasa. Hanya saja yang membedakan keduanya adalah mereka harus mengqadla puasa, akan tetapi tidak dengan shalat. Wallaahu A’lam

Baca juga:

Hadits Tentang Rezeki

Hadits Tentang Jangan Mengurusi Urusan Orang Lain