Hukum Keputihan Dalam Madzhab Syafi’i

Menjelang atau sesudah menstruasi, keputihan adalah hal normal yang terjadi pada wanita. Cairan dengan warna transparan itu bisa muncul setiap bulan. Ketika muncul, sebagian dari Anda mungkin bertanya-tanya, apa hukum keputihan dalam mazhab syafi’i?

Pertanyaan ini akan kami jawab sesuai dengan penjelasan dalam kitab-kitab dari pengikut mazhab syafi’i. Tentu saja, Anda dapat mengambil faedahnya dan mengamalkannya.

Bagaimana Hukum Keputihan dalam Mazhab Syafi’i?

Keputihan dalam madzhab Syafii dibagi menjadi tiga bentuk, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh al Malibari dalam kitabnya Fathul Muin :

ورطوبة فرج أي – قبل – على الأصح وهي ماء أبيض متردد بين المذي والعرق يخرج من باطن الفرج الذي لا يجب غسله بخلاف ما يخرج مما يجب غسله فإنه طاهر قطعا وما يخرج من وراء باطن الفرج فإنه نجس قطعا ككل خارج من الباطن وكالماء الخارج مع الولد أو قبله ولا فرق بين انفصالها وعدمه على المعتمد

“Begitupun suci statusnya cairan kemaluan menurut pendapat yang benar dan dia adalah air berwarna putih yang sifatnya mirip antara seperti madzi atau keringat yang keluar dari bagian dalam kemaluan yang tidak wajib dibasuh. Berbeda dengan cairan yang keluar dari bagian kemaluan yang wajib dibasuh , maka ia hukumnya pasti suci. Sedangkan yang keluar dari belakang bagian dalam kemaluan maka hukumnya pasti najis sebagaimana semua yang keluar dari bagian dalam, juga seperti air yang keluar bersama janin atau sebelum janin keluar, begitupun tidak ada perbedaan apakah cairannya tersambung atau tidak menurut pendapat mu’tamad” (Al Malibari, Fathu al Muin, hal. 46. Dar al Faiha)

Sementara itu, dijelaskan oleh Syaikh Syatho ad Dimyathi (I’anath Thalibin, 1/ 176. Dar al Faiha) bahwa kesimpulan dalam madzhab ada tiga keadaan:

1. Pasti suci, jika keluar dari bagian yang wajib dibasuh ketika cebok, yaitu bagian kemaluan yang kelihatan ketika duduk untuk kencing

2. Pasti najis, jika keluar dari belakang bagian dalam kemaluan, yaitu bagian kemaluan yang tidak bisa dijangkau oleh kemaluan lelaki

3. Suci menurut pendapat ashah (benar), jika keluar dari bagian yang tidak wajib dibasuh ketika cebok, namun dapat dijangkau oleh kemaluan lelaki   

Demikianlah penjelasan tentang hukum keputihan dalam madzhab syaf’i. Semoga Anda bisa memahaminya. 

Waallahualam