Bagaimana Hukum Aurat Transgender dalam Islam?

Bagaimana hukum aurat transgender? Sebelum menjawabnya, perlu kita samakan dulu persepsi soal definis.

Orang transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir[1].

Artinya orang transgender hakikatnya adalah lelaki atau perempuan yang mengubah penampilannya berbeda dengan jenis kelaminnya.

Mungkin Anda sudah tahu, bahwa transgender termasuk perbuatan yang diharamkan dalam Islam , dan pelakunya mendapatkan laknat dari Rasulullah ﷺ . Dalam hadis dikatakan :

 لَعَنَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بالنِّسَاءِ، والمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بالرِّجَالِ

“Rasulullah melaknat lelaki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai lelaki” (HR: Bukhari)

Imam Ibnu Hajar dalam Fath al Bari menukil perkataan Ath Thabari, Imam ath Thabari mengatakan :

قال الطبري المعنى لا يجوز للرجال التشبه بالنساء في اللباس والزينة التي تختص بالنساء ولا العكس

“Berkata ath Thabari : tidak boleh bagi lelaki menyerupai perempuan dalam pakaian dan perhiasan (aksesoris) yang khusus untuk wanita, begitupun sebaliknya”[2]

Karena keharamannya ini, konteks yang kami bahas dalam tulisan ini bukan panduan menjaga aurat bagi transgender, melainkan sikap kita ketika melihat atau menyikapi aurat transgender yang saat ini dibiarkan oleh negara yang tidak menerapkan syariat Islam.

Hukum Aurat Transgender dalam Islam

Dalam kajian kami, aurat orang transgender tidak berubah, jika ia lelaki maka auratnya sebagaimana lelaki, begitupun jika ia wanita. 

Jadi, ketentuannya mengikuti status aurat gender asalnya. Dapat kami jelaskan, batasan auratnya sebagai berikut!

Ketentuan Aurat Perempuan

Auarat perempuan dalam keadaan sendiri (khalwat) adalah antara pusar dan lutut , begitupun ketika dihadapan mahramnya .

Pendapat Madzhab Maliki mengatakan bahwa aurat perempuan dihadapan mahramnya yang lelaki dan sesama wanita muslimah adalah semua badannya selain wajah dan bagian-bagian ujung , yaitu : kepala , leher, kedua tangan, dan kedua kaki. Ketentuan juga dihadapan sesama wanita muslimah.

Agak berbeda dengan dalam Madzhab Hanbali, mereka tidak membedakan antara wanita muslimah dan kafir, oleh karenanya tidak haram bagi muslimah menyingkap auratnya di depan wanita kafir kecuali antara pusar dan lutut.

Adapun dihadapan lelaki asing (bukan mahram) atau wanita kafir , maka auratnya adalah semua badannya , selain wajah dan kedua telapak tangan , keduanya bukan termasuk aurat, maka diperbolehkan melihat keduanya ketika aman dari fitnah .

Sedangkan dalam madzhab Syafii , mereka berkata bahwa wajah dan kedua telapak perempuan adalah aurat dihadapan lelaki asing.

Adapun dihadapan wanita kafir , maka wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat. Begitu pun apa-apa yang nampak dari seorang wanita muslimah ketika bersih-bersih didalam rumahnya , seperti leher , dan kedua lengan . Termasuk dalam kategori wanita kafir juga adalah setiap perempuan yang rusak akhlaknya.

Ketentuan Aurat Lelaki

Aurat lelaki adalah antara pusar dan lutut , maka halal memandang kepada selain keduanya secara mutlak ketika aman dari fitnah.

Madzhab Maliki dan Syafii berkata bahwa aurat lelaki hukumnya berbeda-beda tergantung yang memandangnya (dihadapannya).

Bagi Mahram lelaki , maka auratnya adalah antara pusar dan lutut , sedangkan dihadapan perempuan asing adalah semua badannya. Hanya saja madzhab Maliki mengecualikan wajah dan bagian ujung yaitu kepala , kedua tangan, dan kedua kaki. Maka boleh bagi perempuan asing untuk melihatnya ketika aman dari rasa menikmatinya , jika tidak aman dari itu maka tidak boleh.

Hal ini berbeda dengan Madzhab Syafi’i yang mengharamkan memandang kepada itu semua secara mutlak .

Hukum Aurat yang Sudah Terpisah dari Badan

Umumnya Mazhab, memiliki pandangan bahwa haram memandang kepada aurat lelaki dan perempuan , baik aurat yang menempel ataupun aurat yang sudah terpisah. Jadi, seandainya rambut perempuan dicukur, atau bulu kemaluan lelaki di cukur, atau pun lengan dan paha yang terpotong , maka haram memandang kepada itu semua setelah terpisah dari badannya.

Hanya saja dalam Madzhab Hanbali tidak mengharamkan hal itu , karena hilangnya keharaman dengan terputusnya benda-benda tersebut[3].

Waallahua’lam


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Transgender

[2] Ibnu Hajar, Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari , 10/345

[3]Al Jaziri,  al Fiqhu ‘ala al Madzahib al Arba’ah, Juz 1/ 160-161

Baca juga:

Hukum Berzina dengan Guling

Hukum Menjilat Kemaluan Istri

Hukum Menyusui Suami