Bagaimana Hukum Suami Istri Tidak Berkomunikasi?

Bagaimana hukum suami istri tidak berkomunikasi? Apakah diperbolehkan?

Dalam kehidupan suami istri, pasti banyak dinamika yang terjadi. Mulai dari munculnya masalah, keadaan-keadaan yang tidak diharapkan, dan hal-hal lain yang semisalnya.

Berbagai dinamika di atas, kerapkali menuntut atau menjadikan antara suami dan istri tidak saling berkomunikasi atau mengurangi intensitas komunikasinya. Pertanyaannya, bagaimana hukumnya?

Hukum Suami Istri Tidak Berkomunikasi

Kehidupan pernikahan adalah kehidupan kerjasama antara suami dan istri dalam meraih ridhonya Allah ﷻ, sebagai imlementasi dari sabda Nabi ﷺ bahwa menikah termasuk menyempurnakan setengah dari agama. Rasulullah ﷺ bersabda :

إذا تزوج العبد فقد كمل نصف الدين ، فليتق الله في النصف الآخر

 “jika seorang hamba telah menikah, sungguh ia telah melengkapi setengah agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya” (HR: Baihaqi)    

Karenanya hendaknya antara suami dan istri untuk tetap menjaga komunikasi, bagaimana bisa terjadi kerjasama jika tidak ada komunikasi. Selain banyak dalil yang menunjukan keharusan bagi suami dan istri untuk saling komunikasi agar bisa meraih tujuan dari pernikahan.

Allah ﷻ berfirman :                                                      

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut” (QS: An Nisa: 19)

Termasuk perbuatan ma’ruf suami kepada istri adalah berkomunikasi kepadanya dalam merencanakan masa depan rumah tangga, meminta saran dalam menyelesaikan masalah keluarga, dan lainnya.

Dalam hadis disebutkan

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya; siapakah wanita yang paling baik? Beliau menjawab:

“Yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, taat jika diperintah suaminya dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya.” (HR. An Nasa’i, shahih)

Bahkan dalam hadis lain disebutkan

عن عائشة رضي الله عنها أنها كانت مع النبي صلى الله عليه وسلم في سفر. قالت: فسابقته فسبقته على رجلي، فلما حملت اللحم سابقته فسبقني. فقال: “هذه بتلك السبقة”، وفي لفظ: سابقني النبي صلى الله عليه وسلم فسبقته، فلبثنا حتى إذا أرهقني اللحم سابقني فسبقني. فقال: “هذه بتلك

Aisyah RA berkata, “Aku ikut bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan. Pada saat itu tubuhku masih ringan. Kami singgah di sebuah tempat dan Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya untuk meneruskan perjalanan. Lalu Nabi SAW berkata kepadaku, “Mari kita lomba lari!”

“Ternyata aku mengalahkan Nabi SAW. Kemudian dalam perjalanan lain aku juga ikut. Pada saat itu tubuhku sudah berat (gemuk). Nabi SAW berkata kepadaku, “Mari kita lomba lari!” Ternyata Nabi SAW mengalahkan aku.

Nabi bersabda sambil menepuk pundakku, “Kemenangan ini menutupi kekalahan yang dulu” (HR. Abu Daud dan Nasa’i).

Kesimpulannya, hendaknya suami dan istri untuk selalu berkomunikasi dimanapun berada, karena komunikasi termasuk perkara vital dalam hubungan suami dan istri.

Wallahua’lam**