Bagaimana Hukum Pisah Ranjang Bagi Istri dan Suami?

Bagaimana hukum pisah ranjang menurut Islam dalam kehidupan suami istri?

Persoalan rumah tangga, kerap membuat suami dan istri yang semestinya hidup bersama (termasuk saat tidur), namun justru berpisah. Bukan hanya pisah ranjang, ada juga yang pisah kamar, bahkan pisah rumah.

Padahal, kerapkali itu dilakukan saat keduanya masih terikat dengan ikatan pernikahan. Lalu, apa pandangan Islam terkait pisah ranjangan ini?

Hukum Pisah Ranjang menurut Islam

Haram bagi seorang istri untuk pisah ranjang dengan suami jika bukan karena perkara yang dibenarkan oleh syariat. Karena Rasulullah ﷺ bersabda :

 إذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“apabila seorang istri pisah ranjang dari suaminya, maka para malaikat akan melaknatnya sampai waktu subuh” (HR: Muttafaq alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan

إذا باتت المرأة هاجرة فراش زوجها لعنتها الملائكة حتى ترجع

“apabila seorang istri pisah ranjang dari suaminya, maka para malaikat akan melaknatnya sampai ia kembali”

Kecuali jika istri melakukannya karena perkara yang dibenarkan, seperti pisah ranjang karena suami tidak memberinya nafkah. Imam Nawawi dalam al Majum’ mengatakan:

وان اختارت المقام بعد الاعسار لم يلزمها التمكين من الاستمتاع ولها أن تخرج من منزله، لان التمكين في مقابلة النفقة، فلا يجب مع عدمها

“jika istri memilih tetap tinggal (bersama suami) setelah suami mengalami pailit, tidak wajib bagi istri untuk melakukan hubungan, dan boleh baginya untuk keluar rumah suami. Karena jima’ kebolehannya karena ada nafkah, maka tidak wajib ketika tidak ada nafkah” (Al Majmu’, 18/271)

Begitupun suami tidak boleh pisah ranjang dengan istri jika bukan karena alasan yang dibenarkan. Karena suami wajib berbuat baik kepada istri. Allah ﷻ berfirman :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut” (QS: An Nisa: 19)

Dikecualikan dari masalah diatas, seperti suami sedang tugas diluar kota atau halangan-halangan lainnya yang tidak memungkinkan untuk satu kasur, maka ini tidak masuk larangan diatas.

Kesimpulannya, hukum pisah ranjang, baik dengan inisiatif/dilakukan istri maupun suami adalah haram jika asalanya tidak dibenarkan. Namun dalam alasan-alasan yang dibenarkan syara’, hukumnya boleh-boleh saja.

Wallahulam