Setelah mengikat janji setia dalam ikatan pernikahan, belum tentu antara suami dan istri bisa mengarungi bahtera rumah tangga dengan 100% lancar. Salah satu problem yang kerap muncul, ada rasa berat dalam diri istri untuk melayani suaminya dengan sepenuh hati. Hingga muncul pertanyaan, bagaimana hukum istri yang tidak ikhlas melayani suami?
Pelayanan yang dimaksud ini bisa berarti berbagai hal:
- Urusan jima’
- Bantuan untuk menyelesaikan urusan suami
- Menyiapkan makan
- Menyiapkan rumah yang bersih dan rapi
- dll
Untuk menjawab rasa penasaran Anda, berikut kami sajikan jawabannya dengan mengutip pendapat para ulama dan dalil-dalil terkait.
Hukum Istri yang Tidak Ikhlas Melayani Suami
Kehidupan suami istri merupakan kehidupan kebersamaan dalam mengarungi kehidupan, bukan kehidupan antara bos dan karyawan. Sehingga menjadikan suami layaknya bos yang memiliki wewenang secara mutlak dalam mengatur kehidupan rumah tangga.
Namun, karena dalam kehidupan suami istri terkadang terjadi masalah atau konflik, maka Islam memberikan tanggungjawab kepemimpinan dalam rumah kepada suami, Allah ﷻ berfirman :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ
“Laki-laki itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah memberikan nafkah dari hartanya” (QS: An Nisa: 34)
Makna suami adalah pemimpin, yaitu suamilah yang memiliki hak untuk mengatur dan mengelola rumah. Namun, bukan bermakna suami mengatur rumah seenaknya tanpa ada komunikasi dengan istri dan tanpa meminta pendapat istri.
Bahkan istri dalam Islam diperkenankan untuk membantah apa yang menjadi usulan suami, boleh berdiskusi dengan suami terkait kebijakannya dirumah. Karena kehidupan suami dan istri adalah kehidupan kebersamaan bukan kehidupan antar pemimpin dengan anak buahnya.
Baik suami atau istri memiliki hak dan kewajiban yang harus diketahui oleh suami dan istri, sehingga tidak terjatuh kepada perkara yang Allah haramkan.
Diantara kewajiban Istri terhadap suami adalah melayani suaminya. Baik melayani dalam urusan jima’ (menggauli) ataupun dalam urusan melayani suami dirumah, seperti menyapu, mengepel, merapikan rumah, dll.
An Nabhani mengatakan dalam kitabnya Nidzam al Ijtima’i fi al Islam :
“wajib atas seorang perempuan untuk membantu suaminya, seperti mengadon tepung, roti, memasak, menyapu dan merapikan rumah. Begitupun wajib bagi perempuan untuk memberi minum kepada suami jika suami memintanya, meletakan makanan untuk dimakan suami, serta membantu suami dalam semua urusan rumah” (An Nabhani, Nidzam al Ijtima’i fi al Islam, hal.155. Dar al Umah)
Sehingga jika istri melalaikan kewajiban ini, istri bisa mendapatkan dosa. Diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ
قضى على ابنته فاطمة بخدمة البيت، وقضى على علي بما كان خارجا من البيت من الخدمة
“Rasulullah memutuskan kepada anaknya Fatimah untuk membantu didalam rumah, sedangkan untuk Ali untuk membantu perkara diluar rumah”
Jika seorang istri melayani suami, namun dia tidak ikhlas dalam menjalankan tugasnya, maka istri tidak berhak mendapatkan pahala dari kewajiban yang telah ia laksanakan. Rasulullah ﷺ bersabda :
إنما الأعمال بالنيات
“Sesungguhnya amal tergantung niat” (HR: Bukhari)
Kesimpulannya, hukum istri yang tidak ikhlas melayani suami adalah tidak berdosa, hanya saja ia tidak mendapatkan balasan pahala dari Allah ﷻ atas keikhlasan melayani suami
Karenanya seyogyanya bagi istri untuk melayani suami dengan rasa ikhlas, sehingga ia mendapatkan balasan yang layak dari Allah ﷻ .
Asatidz Ma’had Khadimussunnah Bandung