Mengenal Seni Khat: Pengertian, Sejarah & Jenis-jenisnya

Anda sedang mencari informasi seputar seni khat bahasa arab? Jika iya, maka Anda sangat beruntung. Di artikel ini kami telah mengupas informasi yang Anda inginkan tersebut secara singkat, padat, dan jelas.

Pengertian Khat

Seni khat merupakan salah satu cabang dari seni rupa Islam lainnya. Ia telah menempuh sejarah perkembangan yang lama dan mencapai puncak-puncak perkembangannya sesuai dengan peranan kebudayaan di tiap negara Islam.

Secara bahasa, khat diambil dari kata bahasa arab yang memiliki arti tulisan atau goresan. Karena itu, dia memiliki makna yang sama dengan kata dalam bahasa arab lainnya seperti kitabah, tahrir, raqm, satr, zubur. Hanya saja, dulu khat diidentikaan dengan menulis di atas pasir. Yang mana goresan tersebut digunakan untuk membuat keputusan atau mengambil nasib.

Rasulullah menyebut dalam haditsnya:

كَانَ نَــــبِيٌّ مِنَ اْلأَنْـــــبِياَءِ يَخُـــطُّ فَـــمَنْ وَافَــقَ خَطُّهُ فَــــــذَاكَ

Artinya: “Dulu ada seorang nabi diantara nabi nabi terdahulu yang menoreh (yakhuttu) diatas pasir. Siapa yang cocok garisnya, maka keputusan itu untuknya.”

Kemudian seiring berjalannya waktu, kata khat digunakan untuk arti menulis. Dalam hal ini, sosiolog muslim kenamaan Ibnu Khaldun berkata:

رسم وأشكال حرفية تدل على الكلمات المسموعة الدالة على ما في النفس

Artinya: “Gambar dan bentuk huruf yang menunjukkan atas kata kata yang didengar, yang merupakan ungkapan atas apa yang tersimpat dihati.”

Adapun secara istilah, Syaikh Syamsudin al Afkani dalam kitabnya Irsyad al Qasid pada bab Hasyr al ‘Ulum mendefinisikan khat dengan:

Khat adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk huruf tunggal, penempatannya, dan cara merangkainya menjadi tulisan atau apa yang ditulis dalam baris-baris (tulisan), bagaimana cara menulisnya dan (menentukan mana) yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu digubah dan bagaimana mengubahnya.

Pengertian ini menjelaskan bahwa ilmu khat mencakup tata cara menulis huruf, menyusun dan merangkainya dalam komposisi tertentu demi mencapai keserasian (harmony) dan keseimbangan (equilibrium) yang dituntut setiap karya seni.

Kemudian, ciri khas dari seni khat adalah ia merupakan suatu gubahan atau susunan dari aksara Arab dengan komposisi tertentu. Aksara Arab disusun menjadi kalimat yang bersumber kutipan ayat-ayat dari Al-Qur’an maupun Al-Hadist.

Berbagai pola susunan kalimat ini umumnya dipadukan dengan berbagai motif geometrik dan motif tumbuh-tumbuhan menjadi bentuk ornamen. Pemaduan berbagai motif ini menghasilkan corak hiasan yang dikenal ditiap karya seni dekoratif Islam di dunia.

Sejarah Khat

Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang terbiasa membaca dan menulis. Mereka lebih menyukai tradisi menghafal. Syair, nama silsilah, transaksi, atau perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa dicatat. Hanya sedikit kalangan tertentu, seperti kalangan bangsawan Arab, yang menguasai keterampilan membaca dan menulis.

Sampai pada masa awal Islam, yakni zaman Rasulullah SAW dan al Khulafa ar Rasyidun. Kala itu corak khat masih kuno dan mengambil nama yang dinisbahkan kepada tempat tulisan dipakai, seperti Makki (tulisan Mekkah), Madani (tulisan Madinah), Hejazi (Hijaz), Anbari (Anbar), Hiri (Hirah), dan Kufi (kufah). Yang mana kufi merupakan yang paling dominan dan satu-satunya khat yang “dirajakan” untuk menulis mushaf (kodifikasi) al Quran sampai akhir kekuasaan al Khulafa ar Rasyidun.

Memasuki zaman kekhalifahan Bani Umayyah (661-750), mulai timbul ketidakpuasan terhadap khat kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan. Karena itu mulailah pencarian bentuk lain yang dikembangkan dari gaya tulisan lembut (soft writing) non-Kufi, sehingga lahirlah banyak gaya. Jenis khat yang terpopuler di zaman itu antara lain adalah Tumar, Jalil, Nisf, Sulus dan Sulusain.

Kemudian Gerakan perkembangan seni khat mencapai masa keemasan pada Daulah Abbasiyah. Yang mana hal ini disebabkan motivasi para khalifah dan para wazir Abbasiyah, sehingga bermunculanlah kelompok para kaligrafer yang sangat jenius dan memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Pada masa itu kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Pada masa itu karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik.

Selanjutnya, pertumbuhan kaligrafi masuk ke tahap konsolidasi dan penghalusan untuk menghasilkan karya masterpiece di zaman kerajaan Islam lainnya. Seperti Ilkhaniyah (abad ke-13), Timuriyah (abad ke-15) dan Safawiyah (1502-1736), dan beberapa dinasti lain seperti Mamluk Mesir dan Suriah (1250- 1517), Usmani Turki (Kerajaan Ottoman; abad ke-14-20) sampai kerajaan Islam Mughal India (abad ke-15-16) dan Afghanistan.

Di masa tersebut lahirlah berbagai karya besar yang menunjukkan puncak kreasi agung seniman kaligrafi sekaligus menjadi lambang semangat Islam. Selain itu, pada masa ini tumbuh gaya khat baru seperti Farisi Ta’liq, dan Nasta’liq, Gubar, Jali dan Anjeh Ta’liq, Sikasteh, Sikasteh Ta’liq, Tahriri, Gubari Ta’liq, Diwani dan Diwani Jali (Humayuni), Gulzar, Tugra, dan Zulf Arus.

Hingga akhirnya di zaman sekarang ini, sebagian dari gaya yang semula berjumlah ratusan telah pupus. Kini tinggal beberapa corak khat yang masih sering digunakan oleh para kaligrafer di dunia Islam. Diantaranya khat Naskhi, Sulus, Diwani, Farisi, Riq’ah dan Kufi.

Jenis-jenis Khat

Sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya, meskipun khat memiliki ratusan corak yang sangat indah nan cantik, kini hanya ada 6 corak yang umumnya masih dipakai oleh para kaligrafer di negeri-negeri muslim. Corak tersebut antara lain:

Khat Kufi

Nama khat ini dinisbahkan dari tempat asalnya yaitu di kota Kufah Irak. Kemudian pada perkembangan selanjutnya khat ini menyebar ke sebagian dunia Islam. Secara umum model khat ini merupakan tulisan Arab yang berbentuk kapital atau bersudut. Ia memiliki ciri-ciri tegak lurus, memiliki sudut yang sama antara garis horizontal dan vertikal, serta tidak dapat ditulis dalam sekali goresan.

Karena bentuknya tersebut, para khattat umumya menggunakan alat bantu mistar atau
penggaris untuk menulis khat yang berasal dari kufah ini. Yang mana dimaksudkan untuk membentuk goresan-goresan tetap lurus dan simetris sesuai dengan kaidah kufi yang berlaku.

Kemudian, seiring zaman berkembangkalah khat kufi menjadi beberapa macam-macam. Seperti Kufi Ma’il (mirirng). Kufi Murabbba’ (kubus), Kufi Muwarraq (flora), Kufi Mudafffar (berkepangan), dan lain lain.

Khat Naskhi

Khat ini dinamakan sebagai khat Nasakh karena tulisannya digunakan untuk menasakhkan atau membukukan al-qur’an serta berbagai naskah ilmiah yang lain. Hingga saat ini Ia terus menjadi tulisan utama di dalam koran, majalah, komputer dan sebagainya, selain terus menjadi tulisan utama AlQur’an.

Karena itu dapat dikatakan bahwa model inilah yang paling banyak digunakan dalam dunia Islam, dengan alasan mudah dalam menuliskan dan membacanya.

Adapun karakter dari khat naskhi adalah lengkungan-lengkungan hurufnya mirip busur atau berbentuk setengah lingkaran seperti huruf wawu, nun, ra, dan za’. Sebagian huruf- hurufnya diletakkan diatas garis semi seperti huruf alif, dal, ba, kaf dan fa. Kemudian sebagian lainnya menukik melabrak batas-batas garis seperti huruf mim.

Khat Tsulust

Khat Tsuluts berarti sepertiga (1/3), dinamakan khat Tsuluts adalah karena huruf menegaknya ditulis dengan mata pena yang ukuran lebarnya menyamai sepertiga (1/3) lebar mata pena.

Selain itu, khat ini juga dikenal sebagai Khat Arab karena perannya sebagai sumber asasi berbagai khat Arab yang lahir setelah Khat Kufi. Karena itu ia ini dikenal sebagai Ummul Khutut (Ibu Tulisan) dan jarang digunakan dalam penyalinan Al Qur’an karena memilki banyak metode menentukan ukurannya dengan jumlah titik yang sesuai pada setiap huruf, serta agak rumit dan membutuhkan keterampilan yang tinggi untuk menulisnya.

Hal menarik dari corak ini adalah ia dapat dikombinasikan dengan aneka bidang dan ruang yang disediakan: kerucut, persegi panjang, bujur sangkar, belah ketupat, bulat, atau oval. Rangkaian huruf- huruf tsulust juga dapat diringkas di ruangan yang lebih sempit daripada kapasitas bunyi tulisan dengan sitem penumpukan.

Khat Farisi

Khat Farisi adalah model tulisan Arab Kursif yang muncul di wilayah Persia pada abad ke 7 H/ 13 M. Corak ini pada awalnya disebut dengan khat Ta’liq karena keindahannnya terletak pada kelenturan hurufnya ketika di tarik kebawah seakan- akan menggantung.

Cira khas corak ini adalah tidak membutuhkan syakal atau tanda baca, tetapi ia memiliki ketebalan yang sangat berbeda di setiap hurufnya sehingga dalam penulisannya diperlukan minimal dua pena, yaitu ukuran kecil dan besar. Kemudian, khat ini jarang menerima harokat atau hiasan-hiasan pembantu. Hanya saja tetap dibolehkan untuk memasukkan komponen-komponen tersebut jika sekedar tambahan.

Khat Riq’ah

Khat Riq’ah merupakan khat yang dirancang oleh kaligrafer Turki pada zaman pemerintahan Kerajaan ‘Utsmani (850 Hijriyah). Tujuan utama mereka menciptakan Khat ini adalah untuk menyeragamkan bentuk tulisan dalam semua urusan resmi dikalangan pejabat pemerintah.

Karena itu, kini penggunaan khat riq’ah hanya berfokus kepada tulisan dan catatan saja sesuai dengan fungsi awalnya. Hal ini berbanding terbalik dengan khat naskhi yang begitu luas digunakan, khususnya dalam penerbitan buku, majalah dan koran.

Keistimewaan dari khat ini adalah ia sangat cepat jika digunakan untuk menulis catatan. Adapun keindahannnya terletak pada kesamaan ukuran huruf yang ditulis dan kelurusan garis penulisan. Selain itu khat ini juga sangat sedikit menggunakan hiasan, dan tidak pula membutuhkan penanda vokal seperti pada khat yang lain.

Khat Diwani

Khat Diwani merupakan salah satu jenis khat yang dibuat pada zaman pemerintahan Kerajaan ‘utsmani. Adalah Ibrahim Munif orang yang menciptakan metode dan menentukan ukuran tulisan Diwani. Yang mana corak ini dikenal secara resmi setelah negeri Konstatinopel ditaklukan oleh Sultan Muhammad Al Fatih.

Kala itu ia digunakan sebagai tulisan resmi di departemen-departemen pemerintah. Selanjutnya, tulisan ini mulai berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Biasanya
tulisan Khat Diwani ini digunakan untuk menulis semua dokumen administrasi, keputusan pemerintahan dan surat-menyurat resmi. Adapun pada masa sekarang digunakan untuk menulis sertifikat dan hiasan.

Kaidah dasar bentuk khat Diwani ini adalah berbentuk bulat dan melengkung. Ia hanya ditulis dengan cara lembut dan mudah, serta dibentuk sesuai keinginan penulis.

Wallaahu A’lam. Semoga Allah memberikan taufiq dan kemudahan kepada kita semua dalam menapaki jalan untuk mempelajari ilmu seni khat.

Baca juga:

Hukum Menggugurkan Kandungan Hasil Zina dalam Islam