7 Hadits Tentang Menghargai Perasaan Orang Lain

Menghargai perasaan orang lain merupakan salah satu bentuk berahlaknya seorang hamba. Karena itu bagi seorang muslim hendaknya untuk tidak meninggalkan ahlak baik yang satu ini. Terlebih baginda Nabi Saw. telah menjelaskan kepada kita dalam banyak haditsnya untuk senantiasa menghargai dan tidak merendahkan perasaan kaum muslim.

Nah, berikut inilah beberapa hadits tentang menghargai perasaan orang lain yang mungkin dapat menjadi renungan bagi kita semua agar tetap konsisten dalam menghargai perasan sesama.

1. Tanda Keimanan Seorang Mukmin

لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidak benar-benar beriman seseorang di antara kalian sampai dia mampu menyukai sesuatu untuk saudaranya, sebagaimana dia menyukai sesuatu untuk dirinya sendiri.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam islam, seorang muslim dituntut untuk saling mencintai saudaranya. Bukan cinta dalam makna negatif seperti di zaman sekarang, cinta disini bermakna saling mengingatkan dalam kebaikan diantara sesama muslim, tidak bertengkar, dan saling menghargai perasaan sesamanya.

Jika rasa cinta antar sesama muslim itu sudah timbul, maka akan semakin memperkuat tali persaudaraan diantaranya.

2. Kebolehan Berbohong Untuk Menjaga Perasaan Pasangan

Dari Ummu Kultsum beliau berkata,

مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِنَ الْكَذِبِ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا أَعُدُّهُ كَاذِبًا، الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، يَقُولُ: الْقَوْلَ وَلَا يُرِيدُ بِهِ إِلَّا الْإِصْلَاحَ، وَالرَّجُلُ يَقُولُ: فِي الْحَرْبِ، وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ امْرَأَتَهُ، وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا

Tidaklah aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan sedikit pun berkaitan dengan perkataan dusta kecuali dalam tiga perkara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

‘Tidaklah termasuk bohong: (1) Jika seseorang (berbohong) untuk mendamaikan di antara manusia, dia mengatakan suatu perkataan yang tidaklah dia maksudkan kecuali hanya untuk mengadakan perdamaian (perbaikan); (2) Seseorang yang berkata (bohong) ketika dalam peperangan; dan (3) Seorang suami yang berkata kepada istri dan istri yang berkata kepada suami.” (HR. Abu Dawud)

Saking pentingnya menjaga perasaan orang lain, Rasulullah Saw. sampai membolehkan ummatnya untuk melakukan sedikit kebohongan, tepatnya dalam menjaga perasaan pasangan.

Ya, dalam hal ini Baginda Nabi SAW membolehkan seorang suami berbohong kepada istrinya demi mengaja perasaan pasangannya tersebut. Sebagai contoh, bila suami mendapati makanan istrinya terlalu asin dan tidak enak, maka dibolehkan bagi suami untuk berbohong dengan mengatakan bahwa makanan yang dibuat sang istri adalah lezat dan nikmat.

Dalam hal ini, Imam Nawawi dalam mensyarah hadits ini beliau menjelaskan, “Adapun dusta dan bohong kepada sang istri, yang dimaksud adalah (dusta) untuk menampakkan besarnya rasa cinta atau janji yang tidak mengikat, atau semacam itu. Adapun berbohong (menipu) dalam rangka menahan (tidak menunaikan) apa yang menjadi kewajiban suami atau istri, atau mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak suami atau istri, maka ini haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.”

3. Kaum Muslim Layaknya Satu Tubuh

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ فىِ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذاَ اشْـتَكَى عُضْوٌ مِنْهُ تَدَاعَى سَائِرُهُ بِالْحُمَى وَالسَّهْرِ

Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuh akan merasakannya, yaitu (sakit) demam dan tidak bisa tidur. (Muttafaqun ‘alaih)

Sudah tidak diragukan lagi, dalam banyak hadits termasuk juga hadits di atas, Rasulullah menjelaskan bahwa persatuan dan persaudaraan antar sesama muslim adalah suatu hal yang mutlak. Bahkan, persaudaraan tersebut layaknya satu tubuh yang tidak dapat dipisahkan.

Karena itu, layaknya seluruh tubuh yang akan merasa sakit jika satu anggotanya terkena luka, sudah selayaknya diantara sesama muslim untuk saling menjaga perasaan satu sama lain. Hal ini karena sesama muslim merupakan satu tubuh yang tidak dapat dipisahkan. Bagaimana mungkin kita justru menyakiti tubuh kita sendiri dengan membuat luka (tidak menghargai perasaan) di bagian tubuh yang lain?

4. Diantara Bentuk-bentuk Menghargai Perasaan Orang Lain

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

“Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih)

Pada 3 hadits pertama, disana telah dijelaskan tentang betapa pentingnya bagi seorang muslim untuk menghargai perasaan sesamanya.

Nah, dalam hadits ini setidaknya Rasulullah juga telah menjelaskan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghargai perasaan orang lain. Diantaranya adalah dengan menjawab salam, mendatangi undangan yang tidak melanggar hukum syara, dan menengok ketika orang tersebut sedang sakit.

5. Larangan Berbisik-bisik

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -: «إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً، فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الْآخَرِ، حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ; مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian bertiga, maka janganlah berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak, sampai kalian bergaul dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengajarkan ummat muslim untuk menghargai perasaan orang lain, di mana jika tiga orang sedang berkumpul, jangan sampai dua orang di antaranya berbisik-bisik dengan mengabaikan orang ketiga, karena hal itu akan membuat orang yang ketiga bersedih lantaran merasa disisihkan oleh kedua temannya.

6. Menebarkan Salam Kepada yang Lebih Tua

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: [قَالَ] رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِيُسَلِّمْ اَلصَّغِيرُ عَلَى اَلْكَبِيرِ, وَالْمَارُّ عَلَى اَلْقَاعِدِ, وَالْقَلِيلُ عَلَى اَلْكَثِيرِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah yang kecil memberi salam pada yang lebih tua, hendaklah yang berjalan memberi salam pada yang sedang duduk, hendaklah yang sedikit memberi salam pada yang banyak.” (Muttafaqun ‘alaih)

Termasuk dalam menghargai perasaan orang lain adalah dengan gemar menebarkan salam, khususnya kepada mereka yang lebih tua. Hal ini wajar, mengingat orang tua pada dasarnya sangat ingin dihargai oleh orang yang berada di bawahnya.

Hanya saja, diperbolehkan bagi yang lebih tua mengucapkan salam pada anak-anak karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengucapkan salam pada anak-anak. Mengucapkan salam seperti ini termasuk dalam mengajarkan hal sunnah dan mengajarkan adab yang baik kepada mereka.

7. Tidak Menghina dan Mencela Sesama

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim ialah seseorang dimana muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. (Muttafaqun ‘alayh)

Diantara bentuk menghargai perasaan orang lain juga tentunya adalah dengan tidak menghina dan mencelanya. Baik itu hinaan secara verbal maupun non verbal. Untuk hal ini tentu Anda pun sudah mengetahui sekali keharamannya bukan? Terlebih banyak sekali dalil ancaman bagi siapapun yang suka menghina dan mencela sesamanya. Wallaahu A’lam

Baca juga:

Hadits Tentang Menghina Fisik Orang Lain

Hadits Tentang Mengidolakan Artis