Kitab durrotun nashihin merupakan sebuah kitab yang berisikan nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi setiap muslim. Pengarangnya adalah Syaikh Utsman Al-Khaubawy.
Jika Anda sedang mencari informasi tentang kitab tersebut, maka sangat tepat bila datang ke artikel kami. Disini kami telah mengulas informasi yang Anda inginkan secara ringkas dan jelas.
Semoga bermanfaat ya!
Profil Pengarang Kitab Durrotun Nashihin
Sebagaimana yang telah disinggung di awal, pengarang dari durrotun nasihin adalah seorang ulama bernama Syaikh Utsman Al-Khaubawy. Nama lengkap beliau adalah ‘Utsmân bin Hasan bin Ahmad Syâkir al-Khubari. Beliau merupakan seorang ulama yang hidup di sekitar abad ke 13 hijriyah.
Sayangnya, hanya sedikit sekali informasi seputar biografi beliau. Sangat jarang sekali ulama yang mengarang seputar biografi beliau. Hanya saja sebagian ahli sejarah menyebut beliau sebagai ulama yang sangat pandai menguntai nasihat-nasihat. Karena itu kitab durrotun nashihin yang dibahas dalam ulasan ini juga merupakan kumpulan nasihat-nasihat yang beliau susun dan rangkai berdasarkan dalil-dalil yang ada.
Dalam muqaddimah durrotun nashihin, beliau menyatakan bahwasanya tinggal di Konstantinopel. Sebuah kota yang merupakan pusat kejayaan islam di masanya. Kota yang menjadi saksi perjuangan Muhammad Al Fatih dalam membebaskannya dari orang-orang romawi. Saat ini Konstantinopel terletak di Negara Turki.
Adapun alasan dari penulisan kitab ini sebagaimana disebutkan dalam salah satu bagian dari durrotun nasihin, beliau menyadari bahwa di daerahnya terdapat beberapa kalangan masyarakat yang benar-benar menggemari untaian kata berupa nasehat-nasehat. Hal inilah yang mengguagah hatinya untuk membuat kitab yang berisi tentang untaian kata-kata nasehat.
Selain itu, alasan lainnya adalah karena pada saat itu Al-Khaubawy merasa adanya penyimpangan pada untaian nasehat-nasehat yang pada saat itu dibawakan oleh teman-temannya yang lain.
Beliau beranggapan bahwasanya nasihat-nasihat yang tersebar saat itu sangat jauh dari nilai-nilai nasihat yang terdapat dalam Al Qur’an. Namun, Al-Khaubawy sendiri tidak merinci lebih lanjut bagaimana sebenarnya penyimpangan nasihat yang terjadi di zaman tersebut.
Hanya saja ketika al-Kahaubawy baru berniat untuk menghilangkan penyimpangan-penyimpangan atas nasihat di zaman tersebut, beliau terserang penyakit sakit keras. Disebutkan dalam muqaddimahnya bahwa saat itu beliau sampai merasa susah untuk berbicara.
Kemudian pada saat itulah beliau bernazar apabila Allah telah menyembuhkannya dari cobaan penyakit tersebut, maka beliau akan menyusun suatu kitab nasehat yang mengasyikkan bagi pecinta nasehat khususnya, dan bagi masyarakat luas pada umumnya.
Dan setelah kesembuhan itu diperoleh, maka mulailah al-Khaubawy menulis sebuah kitab yang saat ini sangat populer di dunia pesantren Indonesia dan kalangan pecinta tasawwuf, yakni Durrotun Nashihin yang berarti mutiara para penasehat.
Ringkasan Kitab Durrotun Nashihin
Sebagaimana yang sudah diketahui, dalam islam nasihat merupakan suatu hal yang sangat penting. Saking pentingnya, Rasulullah mengatakan bahwasanya agama itu sendiri adalah nasihat. Sebagaimana sabda Baginda Saw:
الدِّين النَّصيحة، قلنا: لمَن؟ قال: لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمَّة المسلمين وعامَّتهم
Artinya: “Agama adalah nasihat.” Para sahabat bertanya “Untuk siapa wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan kalangan umum.” (HR Abu Daud)
Selain itu, Allah juga telah memerintahkan kepada setiap muslim untuk saling menasihati dalam kebaikan. Bahkan merupakan hak bagi seorang muslim untuk menasihati atau dinasihati. Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, ……. bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah ……. (HR Muslim).
Karena itu, kitab durrotun nasihin yang berarti mutiara para penasehat ini sangat penting untuk dimiliki dan dibaca oleh setiap muslim. Khususnya bagi mereka yang sering menasihati orang lain, seperti da’i, muballigh, dan asatidz.
Secara umum, dalam kitab ini sang penulis membagi isi kitabnya ke dalam 75 pasal. Pasal-pasal tersebut umumnya membahas nasihat seputar keutamaan ibadah, pahala, dan beberapa hal yang berkaitan dengannya.
Diantara bahasan dalam kitab durrotun nashihin antara lain adalah:
- Keagungan bulan ramadhan
- Pahala puasa
- Keagungan ilmu
- Keistimewaan bulan ramdhan
- Ketenangan hati setelah menyaksikan kekuasaan allah
- Pemberian sedekah dijalan allah
- Celaan makan riba’
- Pahala bersembahyang jamaah
- Pahala tauhid
- Pahala bertaubat
- Keagungan bulan rajab yang mulia
- Keunggulan pria diatas wanita
- Pahala berbakti kepada orang tua
- Pahala cinta Allah dan Rasulnya
- Pahala memberi salam
- Wafatnya Nabi Muhammad SAW
- Tercelanya peminum khamer
- Tercelanya sifat iri hati
- Turunnya hidangan dari langit karena doa Nabi Isa as
- Pahala berpuasa enam hari syawal sehabis Idul Fitri
- Pahala doa yang diucapkan maupun yang tidak diucapkan
- Keterangan Iman
- Keterangan meninggalkan perintah Allah
- Ayat 34 surah at-Taubah
- Keutamaan bulan rajab
- Dan masih banyak yang lainnya
Dalam setiap pasal tersebut, beliau tidak lupa menuliskan kisah dan hikayat yang diambil dari beberapa kitab, diantaranya:
- Zubdat Al-Wa’izin.
- Tuhfah Al-Mulk.
- Kanz Al-Akhbar.
- Durroh Al-Waizin.
- Syifa Al-Syarif.
- Daqaiq Al-Akhbar.
- Firdaus Akbar.
- Bahjat Al-Anwar.
Penambahan kisah, cerita, atau hikayat yang dicantumkan dalam durrotun nashihin ini dimaksudkan agar keutamaan yang diterangkan tersebut semakin menambah semangat bagi para pembaca untuk segera mengamalkannya.
Kemudian, di dalam kitab durrotun nashihihin juga banyak sekali hadits yang beliau kutip untuk dijadikan sebagai dalil. Tercatat kurang lebih ada 839 hadits yang penulis masukkan ke dalam kitab ini.
Hanya saja, memang sangat banyak sekali para ahli yang mengkritik isi hadits di dalam kitab durrotun nashihin. Ketika mereka melakukan takhrij atas hadits yang terdapat dalam kitab ini, mereka menemukan banyak sekali hadits dloif (lemah) dan maudlu (palsu) di dalamnya.
Namun meskipun begitu, tidak serta merta keadaan hadits-hadits tersebut menjadikan kitab ini tidak boleh dibaca, diamalkan, atau disampaikan oleh para muballigh ketika menyampaikan ceramah. Hal ini sebab masih banyak juga hadits yang berstatus hasan dan shahih dalam hadits ini. Karena itu, sangat bijak jika nantinya Anda mengambil hadits yang dapat diterima, dan meninggalkan hadits yang memang statusnya adalah palsu.
Wallaahu A’lam
Baca juga:
Kitab Bulughul Marom: Profil Penulis dan Ringkasan Isinya
Mengenal Kitab Al Kabair: Profil Pengarang dan Ringkasannya
Membantu Anda menelusuri informasi seputar kehahalan produk yang beredar di tengah masyarakat. Saat ini sedang menimba ilmu sebagai mahasiswa Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, Mesir. Ikuti kami di Telegram!