Ada banyak sekali hadits tentang khutbah yang diriwayatkan dari Baginda Nabi. Jika Anda sedang mencarinya, maka sangat beruntung sekali datang ke artikel ini. Disini kami telah mengumpulkannya dengan rapih dan sistematis. Semoga bermanfaat ya!
1. Larangan Berbicara Saat Khatib Sedang Khutbah
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau berkata kepada kawanmu “diamlah!”, pada hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, maka engkau telah mengatakan perkataan sia-sia.” (HR Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, sudah sangat jelas bahwa bagi siapa saja kaum muslim yang sudah baligh dan berakal, kemudian dia sedang berada di masjid dan sedang mendengarkan khutbah, maka hendaklah ia diam dan tidak mengucapkan satu patah kata apapun.
Mengenai hal ini, Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,”Hadits ini dijadikan dalil larangan terhadap seluruh macam perkataan pada saat khutbah, dan demikian itu pendapat mayoritas ulama’ terhadap orang yang mendengar khutbah.”
2. Anjuran Bersegera Datang Sebelum Khatib Memulai Khutbah
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوُا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Jika hari Jum’at, pada setiap pintu dari pintu-pintu masjid terdapat malaikat-malaikat yang menulis orang pertama (yang hadir), kemudian yang pertama (setelah itu). Jika imam telah duduk (di mimbar untuk berkhutbah), mereka melipat lembaran-lembaran (catatan keutamaan amal) dan datang mendengarkan dzikir (khutbah).”(HR Muslim)
Pada dasarnya, islam memang memerintahkan umatnya untuk bersegera dalam melakukan setiap kebaikan, tak terkecuali ketika khutbah Jum’at. Pada hadits ini dengan zhahir Nabi SAW memerintahkan umatnya agar setiap muslim datang lebih awal sebelum khatib naik ke mimbar dan menyampaikan khutbahnya.
Adapun berbicara makna kalimat terakhir di hadits ini, Imam Ibnu Hajar kembali berkata, “Yang dimaksudkan dengan melipat lembaran-lembaran, adalah melipat (menutup) lembar catatan keutamaan-keutamaan yang berkait dengan bersegera menuju masjid, bukan lainnya, seperti: (lembaran yang mencatat pahala) mendengarkan khutbah, mendapati shalat, dzikir, do’a, khusyu’, dan semacamnya; karena sesungguhnya hal itu pasti ditulis oleh dua malaikat penjaga.”
3. Keutamaan Mendengarkan Khutbah Jum’at
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa berwudhu, lalu dia melakukan wudhu itu sebaik-baiknya, lalu dia mendatangi (khutbah) Jum’at, lalu mendengarkan dan diam, maka diampuni (dosanya) yang ada antara Jum’at itu dengan Jum’at lainnya, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa menyentuh kerikil (yakni mempermainkannya, pen.), maka dia telah berbuat sia-sia.” (HR Muslim dan Abu Daud)
Beruntunglah kita menjadi seorang muslim! Allah senantiasa memberikan kita berbagai pintu pahala dan ampunan, termasuk diantaranya dalam khutbah Jum’at.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada hadits di atas, siapa saja diantara kaum muslim yang fokus dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh khatib, maka dosanya selama 10 hari kedepan insya Allah akan diampuni.
Namun tentu, dengan adanya kabar gembira tersebut, bukan berarti kita bebas bermaksiat karena yakin dosanya akan diampuni. Tentu tetap saja kita mesti berupaya untuk senantiasa meninggalkan apa-apa yang telah dilarang-Nya.
4. Sifat Khutbah Nabi SAW
Dari Jabir bin ‘Abdillah RA, sesungguhnya beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلاَ صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّـى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَـابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya keras (meninggi), kemarahan beliau memuncak sehingga ia bagaikan seorang komandan pasukan yang berkata, ‘Musuh kalian akan datang pada waktu pagi dan sore,’ kemudian beliau berkata, ‘Amma ba’du: Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek urusan adalah yang diada-adakan dan setiap perbuatan bid’ah adalah kesesatan.” (HR Muslim)
Salah satu dari sifat nabi dalam berkhutbah adalah beliau menggunakan intonasi yang tinggi dengan sorot mata yang tajam layaknya seorang komandan perang yang berorasi di depan seluruh pasukannya. Hal ini dimaksudkan agar para jamaahnya tidak mengantuk dan dapat meresapi setiap nasihat yang disampaikan dalam khutbah tersebut.
5. Bertahmid, Bershalawat, dan Menyampaikan Nasihat Taqwa Saat Khutbah
Diriwiyatkan dari Jabir bin Abdillah RA, beliau berkata:
كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ يَحْمَدُ اللهَ وَيُثْنِـي عَلَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِ ذلِكَ وَقَدْ عَلاَ صَوْتُهُ.
“Adalah khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada shalat Jum’at diawali dengan memuji kepada Allah, kemudian menyanjung-Nya yang dilanjutkan dengan (nasihatnya) dengan suaranya yang lantang.” (HR Muslim)
Khutbah Jum’at merupakan salah satu ibadah yang telah Allah perintahkan. Karena itu tentu Dia telah menetapkan aturan-aturan serta tata cara layaknya ibadah lainnya. Dalam khutbah sendiri, seorang khatib hendaknya membuka khutbahnya dengan bertahmid memuji keagungan Allah, bershalawat kepada Baginda Nabi, dan menyampaikan nasihat-nasihat yang dapat menggugah keimanan para jamaah.
6. Dua Khutbah
Dari Jabir bin Samroh Ra, dia berkata:
كانَ لرسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ خُطبتانِ كانَ يجلِسُ بينَهُما يقرأُ القرآنَ، ويذَكِّرُ النَّاسَ
“Rasulullah dahulu biasa melakukan dua khutbah, duduk di antara keduanya, membaca al-Qur-an, mengingatkan manusia dan memberikan peringatan.” (HR Abu Daud)
Sudah sangat jelas sekali, bahwa khatib pada setiap khutbahnya hendaknya dilakukan secara dua kali khutbah, Yang mana diantara keduanya tersebut sang khatib duduk sejenak baru kemudian melanjutkan khutbah yang kedua.
7. Khubtah Singkat dan Shalat yang Lebih Panjang
إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا
“Sesungguhnya panjang shalat seseorang, dan pendek khutbahnya merupakan tanda kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekanlah khutbah! Dan sesungguhnya diantaranya penjelasan merupakan sihir.” (HR Muslim)
Diantara sifat khutbah Nabi SAW beliau selalu mempersingkat khutbahnya dan lebih memanjangkan shalatnya. Namun meskipun singkat, tentu saja khutbah dari Baginda SAW sangat berbekas dan tertancap di jiwa para pendengarnya. Karena itu PR besar bagi para khatib di zaman sekarang untuk bisa mempersingkat khutbah tanpa perlu bertele-tele apalagi sampai berbasa-basi di dalam khutbah.
8. Surat yang Dibaca Ketika Shalat Jum’at dan I’d
Dari An Nu’man, dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di dalam shalat dua hari raya dan shalat Jum’at dengan: Sabbihisma Rabbikal a’la dan Hal ataaka haditsul ghasyiyah.” (HR Muslim)
Pada hadits sebelumnya, dijelaskan bahwa khutbah Nabi SAW selalu lebih singkat daripada shalatnya. Lantas bagaimana kita dapat mengukur panjangnya shalat nabi tersebut? Yaitu dengan mengira-ngira berdasarkan surat yang sering beliau pakai di dalam shalatnya.
Jika merujuk hadits di atas, maka Nabi SAW membaca surat Al A’la dan Al Ghasiyah. Anggaplah beliau membacanya dengan tartil dan gerakan yang lambat menghabiskan waktu shalat selama 15 menit. Maka itu berarti, khutbah yang disampaikan tidak boleh lebih dari waktu seperempat jam tersebut.
9. Posisi Tangan Khatib Ketika Berdo’a Pada Akhir Khutbah
عَنْ عُمَارَةَ ابْنِ رُؤَيْبَةَ قَالَ رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ فَقَالَ قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
Dari ‘Umarah bin Ruaibah, dia melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar sedang mengangkat kedua tangannya. Maka ‘Umarah berkata: “Semoga Allah memburukkan dua tangan itu! Sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah lebih dari mengisyaratkan dengan tangannya begini. Dia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.” (HR Muslim)
Jika lazimnya saat berdoa seorang muslim mengangkat kedua tangannya, maka berbeda anjurannya ketika khatib sedang berdoa di akhir khutbahnya. Ya, khatib tidak perlu menadahkan kedua tangannya ke arah langit, ia hanya perlu mengangkat jari telunjuknya sebagaimana yang sudah diisyaratkan pada hadits di atas. Wallaahu A’lam
Baca juga:
Hadits Tentang Penyembelihan Hewan
Membantu Anda menelusuri informasi seputar kehahalan produk yang beredar di tengah masyarakat. Saat ini sedang menimba ilmu sebagai mahasiswa Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, Mesir. Ikuti kami di Telegram!