Akhir-akhir ini FYP tiktok dan instagram mulai dibanjiri dengan video-video serta musik yang menyebut hewan bernama Kapibara. Bahkan saking viralnya hewan ini, entah apa alasannya ia dijadikan meme dengan sebutan masbro.
Terlepas dari keviralannya saat ini, kami tidak akan membahas itu semua. Melainkan disini kami akan sedikit mengulas status kehalalannya, apakah Kapibara halal? Atau seperti apa? Barangkali itulah pertanyaan yang ada pada benak Anda saat ini bukan?
Ya meskipun Kapibara bukan hewan yang hidup di Indonesia, dan jumlahnya terbilang sangat sedikit, mengetahui status kehalannya bukanlah suatu hal yang sia-sia. Setidaknya dapat menjadi informasi tambahan bagi Anda.
Oke, tanpa berbasa-basi lagi, mari kita bahas status kehalalannya menurut hukum islam. Semoga bermanfaat ya!
Mengenal Kapibara
Dalam islam, salah satu langkah dalam menetapkan status hukum sesuatu adalah dengan menghukumi fakta tentang sesuatu tersebut. Karena itu pengetahuan terhada apa itu sebenarnya Kapibara sangatlah penting sebelum mengetahui status hukumnya.
Dilansir dari Wikipedia.id, Kapibara merupakan jenis hewan pengerat terbesar yang masih ada di dunia. Ia dapat ditemukan di daerah Timur Andes dari wilayah Kanal Panama sampai daerah utara Kolombia dan Venezuela, Uruguay, dan Provinsi Buenos Aires di Argentina.
Hewan yang kerap dipanggil dengan sebutan babi air ini ini mendiami sabana atau hutan lebat, dan hidup di dekat perairan. Spesies ini sangat sosial dan dapat ditemukan berkelompok terdiri dari 100 individu, namun biasanya hidup berkelompok terdiri dari 10–20 individu.
Secara fisik, hewan ini hampir mirip marmut namun versi besar. Ia memiliki kepala yang pendek dan lingkar badan yang agak bulat sehingga lehernya kadang hampir tak terlihat.
Kemudian kulitnya ditumbuhi rambut-rambut kasar yang berwarna coklat kemerahan di bagian terluar belakang dan coklat kekuningan di bagian terluar dalam seperti dada dan perut. Adapun kakinya di bagian depan jauh lebih pendek dibandingkan kaki belakangnya. Setiap kakinya memiliki empat jari dan berselaput.
Yah itulah sekelumit fakta tentang Kapibara yang dapat kami sajikan. Selebihnya untuk mengetahui lebih detail dapat Anda lihat di berbagai tulisan yang mengulas Kapibara secara lebih detail.
Lalu, sekarang bagaimanakah hukum memakannya? Apakah Kapibara halal? Atau seperti apa?
Apakah Kapibara Halal?
Perlu Anda ketahui, para ulama terdahulu sebenarnya sudah membahas hukum memakan babi air (خنزير الماء) di dalam kitab-kitab mereka. Namun, yang menjadi persoalannya sekarang adalah apakah babi air yang dimaksudkan para ulama tersebut adalah Kapibara?
Dokter hewan muslim paling tersohor yaitu Kamaluddin al-Damiri menukilkan di dalam kitabnya bahwa Imam Malik pernah ditanya mengenainya dan mengatakan:
أنتم تسمونه خنزيرا يعني أن العرب لا تسميه بذلك لأنها لا تعرف في البحر خنزيرا والمشهور أنه الدلفين
“Kalian telah menamakannya sebagai babi, sedangkan orang Arab tidak menamakannya demikian karena tidak diketahui di dalam laut adanya babi. Dan yang masyhurnya ia dikenal sebagai dolphin (lumba-lumba).” (Lihat Hayah al-Hayawan al-Kubra, 2/429)
Hal ini dikuatkan lagi dengan pendapat Dr. Muhammad al-Zuhaili yang memasukkan babi air ini sebagai hewan air yang tidak menyerupai ikan sebagaimana kebiasaannya dan menyebutkan bahwa ia adalah halal serta tidak perlu kepada sembelihan sebagaimana ikan-ikan yang lain. (Lihat al-Mu’tamad di al-Fiqh al-Syafie, 2/548)
Oleh karena itu, babi air yang dimaksudkan oleh ulama terdahulu sebenarnya adalah salah satu hewan air, yang mana dalam hal ini adalah lumba-lumba dan bukannya Kapibara yang dikenali sekarang karena ia bukan mahluk air, melainkan hewan darat.
Lalu bagaimana sekarang? Apakah Kapibara halal?
Secara umum, hukum asal bagi hewan darat seperti Kapibara adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya. Dalam hal ini Allah berfirman:
أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu (memakan) binatang-binatang ternak (dan sebagainya), kecuali apa yang akan dibacakan (tentang haramnya) kepada kamu.” (TQS Al Maidah : 1)
Jika dilihat kepada sifat Kapibara, ia adalah hewan herbivora yang hanya memakan rumput, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Selain itu, menamakannya sebagai babi sama sekali tidak memberi kesan (hukum) ke atasnya dikarenakan ada sebuah kaidah ushul fiqih:
العبرة بحقائق الأشياء لا بأسمائها
Artinya: “Hukum sesuatu itu diambil berdasarkan hakikatnya dan bukan pada namanya.”
Kapibara Rumah Penyakit dan Hewan Menjijikan
Namun yang menjadi permasalahan sekarang adalah, Kapibara yang memiliki nama latin Hydrochoerus Hydrochaeris ini disebut-sebut sebagai agen penyebar Pathogen Zoonosis, dan membawa penyakit seperti hemoparasite, gut parasit (meyebabkan kanser usus atau penyakit usus kepada manusia), dan sarang kutu amblyomma (penyebab penyakit demam Brazil, leptospirosis).
Selain itu, Kapibara juga menjadi penyebab secara tidak langsung kepada virus rabies, dan toxoplasma sp. Parasit yang dibawa oleh Kapibara ini dapat menjangkiti hewan lain, terutama kepada hewan ternak seperti babi dan sapi.
Meskipun memang pada faktanya sebagian masyarakat Amerika Selatan menjadikannya sebagai makanan, terutama di Venezuela, tidak menafikan ia tetap dianggap sebagai hewan yang menjijikan oleh masyarakat yang lain. Terlebih, secara rupanya ia sangat mirip sekali dengan tikus.
Dalam hal ini, Imam Fakhruddin al-Razi menyebutkan semua benda yang dianggap kotor dan jijik pada tabiat manusia adalah diharamkan karena ia menjadi penyebab penyakit, sedangkan apa saja yang memudaratkan manusia hukum asalnya adalah haram. Maka setiap yang dicap menjijikan pada tabiat manusia pada asalnya adalah haram, kecuali terdapat dalil yang menyatakan hukum tersebut tidak demikian. (Lihat Mafatih al-Ghaib, 15/381)
Kesimpulan
Kembali kepada permasalahan awal, dengan demikian jika Anda bertanya apakah Kapibara halal atau tidak, maka kami cenderung mengambil pendapat yang mengharamkannya. Hal ini karena ia termasuk salah satu hewan yang dapat memudharatkan manusia.
Allah berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Maksudnya : “Dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri kamu ke dalam bahaya kebinasaan.” (TQS al-Baqarah : 195)
Selain itu, Rasulullah Saw. juga bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Maksudnya : “Tidak boleh mudarat dan tidak boleh memudaratkan.” (HR Ibnu Majah) Wallaahu A’lam
Catatan: Tulisan ini kami sarikan dari fatwa Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia. Ini link tulisan aslinya
Baca juga:
Membantu Anda menelusuri informasi seputar kehahalan produk yang beredar di tengah masyarakat. Saat ini sedang menimba ilmu sebagai mahasiswa Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, Mesir. Ikuti kami di Telegram!